Rabu, 20 Juni 2012

Akuntansi Keuangan Menengah


PERSEDIAAN BARANG

PENILAIAN PERSEDIAAN BARANG
Yang dimaksud dengan penilaian persediaan barang adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca. Persediaan akhir bisa dihitung harga pokoknya dengan menggunakan beberapa cara penentuan harga pokok persediaan akhir, neraca tergantung pada metode penilaian yang digunakan.
Ada 3 metode penilaian yaitu (a) metode harga pokok, (b) metode harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah, dan (c) nilai realisasi atau disebut juga metode harga jual.
(a)   Metode Harga Pokok
Dalam metode ini harga pokok persediaan akhir akan dicantumkan dalam neraca. Di sini tidak ada perbedaan antara harga pokok persediaan dan nilai persediaan dalam neraca. Harga pokok persediaan barang dapat ditentukan dengan cara MPKP (FIFO), rata-rata   tertimbang, MTKP (LIFO) atau yang lain dan hasilnya dicantumkan dalam neraca tanpa perubahan. PSAK No. 14 tidak membenarkan digunakannya metode harga pokok untuk menentukan nilai persediaan dalam negara.

(b)   Metode Harga Pokok atau Nilai Realisasi Bersih yang Lebih Rendah
PSAK No. 14 menyatakan bahwa persediaan barang akan dicantumkan dalam neraca dengan nilai sebesar harga pokoknya atau nilai realisasi bersihnya, yang lebih rendah. Menurut PSAK No. 14 nilai realisasi bersih (net realizable value) adalah taksiran harga penjualan dalam usaha normal dikurangi taksiran biaya penyelesaian dan taksiran yang diperlukan untuk melaksanakan penjualan. Dalam kondisi tertentu, nilai realisasi bersih diukur dengan nilai pengganti atau biaya mereproduksi persediaan (replacement cost). Untuk menentukan besarnya harga pokok persediaan, dalam PSAK No 14 disebut timbul sampai persediaan, meliput semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition).
Dalam rangka penerapan standar biaya atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah, berikut ini ketentuannya :
  1. Taksiran harga jual dalam kegiatan usaha sehari-hari dikurangi biaya-biaya yang dapat diperkirakan terlebih dahulu untuk penyelesaiannya atau penjualannya), dan
  2. Tidak boleh lebih rendah dari nilai realisasi bersih sesudah dikurangi dengan laba normal.
Nilai realisasi bersih merupakan batas maksimum yang diperkenankan untuk mencantumkan persediaan dan disebut batas atas. Nilai realisasi bersih dikurangi laba normal merupakan batas minimum dimana nilai persediaan barang, tidak boleh lebih rendah. Untuk menentukan dengan nilai berapakah persediaan barang akan dicantumkan dalam negara, pertama kali dibandingkan antara harga pokok dengan nilai realisasi bersih, disiplin yang lebih rendah. Jumlah yang lebih rendah tersebut kemudian dibandingkan dengan batas atas dan batas bawahnya. Apabila jumlah yang lebih rendah tersebut masih dalam batas-batas atas dan bawah maka nilai persediaan dalam negara adalah jumlah yang lebih rendah tersebut. Tetapi apabila jumlah yang lebih rendah tersebut diluar batas atas atau dibawah batas bawah, maka persediaan akan dinilai dengan batas atas atau batas bawah. Sebagai contoh penggunaan metode diatas misalnya diketahui :
Biaya penjualan barang A per unit        = 400,00
Laba normal per unit                             = 300,00

Apabila taksiran harga jual, harga pokok dan nilai realisasi bersih (harga pokok pengganti) dalam beberapa keadaan (no. 1 s.d no. 6) seperti contoh dibawah maka harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah ditentukan dengan cara sebagai berikut :
Keadaan
No
Taksiran
Harga Jual
Harga
Pokok
Nilai Realisasi Bersih
Harga Pokok atau nilai realisasi Bersih yang
Lebih Rendah
Batas Bawah
Batas Atas
Harga Pokok Pengganti
1.
Rp 1.500,00
Rp 1.050,00
Rp 800,00
Rp 1.100,00
Rp 1.200,00
Rp 1.050,00
2.
1.500,00
1.050,00
800,00
1.100,00
     950,00
     950,00
3.
1.500,00
1.050,00
800,00
1.100,00
     750,00
     800,00
4.
1.500,00
1.050,00
800,00
     950,00
1.100,00
     950,00
5.
1.500,00
1.050,00
800,00
     950,00
     850,00
     850,00
6.
1.500,00
1.050,00
800,00
     950,00
     600,00
     650,00

Keterangan
  1. Nilai realisasi bersih yang dipilih adalah batas atas (Rp 1.100,00), karena harga pokok pengganti (Rp l .200,00) lebih tinggi dan batas atas. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rpl.l00,00) dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 1.050,00) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 1.050,00.
  2. Harga pokok pengganti (Rp 950,00) masih di dalam batas atas dan batas bawah, sehingga harga pokok pengganti ini (Rp 950,00) dipilih sebagai nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp950,00) dibandingkan dengan harga pokok (Rp 1.050,00) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 950,00.
  3. Harga pokok pengganti (Rp750,00) lebih rendah dan batas bawah (Rp 800,00) sehingga batas bawah (Rp800,00) dipilih sebagai nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp800,00) kemudian dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 1.050,00) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp 800,00.
  4. Harga pokok pengganti (Rp 1.000,00) lebih tinggi dan batas atas (Rp 950,00) sehingga yang dipilih adalah batas atas (Rp 950,00). Nilai realisasi bersih yang dipilih ini kemudian dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 1 .050,00) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp950,00.
  5. Harga pokok pengganti (Rp 850,00) masih berada di antara batas bawah dan. Batas atas, sehingga harga pokok pengganti ini yang dipilih (Rp 850,00). Nilai realisasi bersih yang dipilih ini (Rp 850,00) dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 1 .050,00) dan dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp850,00.
  6. Harga pokok pengganti (Rp600,00) lebih rendah dan batas bawah (Rp650,00) sehingga yang dipilih adalah batas bawah. Nilai realisasi bersih yang dipilih kemudian dibandingkan dengan harga pokoknya (Rp 1.050,00) dan. dipilih yang lebih rendah, yaitu Rp650,00.
Cara Penerapan Metode Harga Pokok atau Nilai Realisasi Bersih yang Lebih Rendah
Metode harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah bisa diterapkan kepada masing-masing jenis persediaan, masing-masing kelompok persediaan ata kepada jumlah keseluruhan persediaan. Di bawah ini adalah contoh penerapan untuk ketiga cara di atas. Misalnya toko Maju mempunyai persediaan barang pada tanggal Desember 2005 dengan harga pokok dan nilai realisasi bersih sebagai berikut:


Jenis Barang
Harga Pokok
Harga Pasar
Harga Pokok atau Harga Pasar yang Lebih Rendah
Masing-masing
Jenis Persediaan
Kelompok-kelom- pok Persediaan
Keseluruhan
Persediaan
Kelompok 1 :
Barang A
Barang B



Kelompok 2 :
Barang C
Barang D


Jumlah


Rp. 50.000,00
      45.000,00
 

Rp. 95.000,00
 

Rp.105.000,00
      70.000,00

Rp.175.000,00
 

Rp.270.000,00


Rp. 45.000,00
      52.000,00
 

Rp. 97.000,00
 

Rp.110.000,00
       60.000,00

Rp.170.000,00
 

Rp.276.000,00


Rp. 45.000,00
      45.000,00



Rp.105.000,00
      60.000,00






Rp. 95.000,00




Rp.105.000,00













Rp.276.000,00
Nilai persediaan


Rp. 225.000,00
Rp. 265.000,00
Rp.276.000,00

Apabila metode harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah diterapkan kepada:
-       masing-masing jenis persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp255.000,00;.
-       kelompok-kelompok persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp265.000,00;
-       Keseluruhan persediaan barang, maka nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp 267.000,00.

Dari perhitungan di atas nampak bahwa penerapan untuk masing-masing jenis persediaan akan menghasilkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan cara penerapan yang lain. Sedangkan penerapan untuk masing-masing kelompok atau keseluruhan persediaan menghasilkan nilai yang mendekati keadaan, karena penurunan harga salah satu jenis barang akan diimbangi dengan kenaikan harga barang yang lain. Masing-masing cara di atas dapat digunakan untuk menilai persediaan barang dengan atasan hendaknya diterapkan secara konsisten setiap periode.
Pencatatan Metode Harga Pokok atau Nilai Realisasi Bersih yang Lebih Rendah
Pembelian barang-barang dicatat pada saat terjadinya berdasar harga pokok, oleh karena itu jika persediaan akan dicatat di bawah harga pokoknya (misalnya, apabila nilai realisasi bersih lebih rendah) maka ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
-       Harga pokok penjualan/harga pokok barang-barang yang dipakai.
-       Kerugian karena turunnya harga persediaan.
Ada 3 prosedur yang dapat digunakan untuk mencatat aturan harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah.
a.        Metode pengurangan persediaan langsung, di mana kerugian penurunan harga persediaan tidak dilaporkan tersendiri.
b.        Metode pengurangan persediaan langsung, di mana hanya kerugian penurunan harga persediaan akhir yang dilaporkan tersendiri.
c.         Metode cadangan persediaan, di mana kerugian penurunan harga persediaan awal dan akhir dilaporkan tersendiri.

Untuk mengilustrasikan penggunaan ketiga metode di atas, dipakai contoh persediaan barang sebagai berikut:


Harga Pokok
Harga Pokok atau nilai realisasi
Bersih yang lebih rendah

Selesih/Rugi
  1 Januari 2005
31Desember 2005
31 Desember 2006
Rp. 300.000,00
320.000,00
240.000,00
Rp. 300.000,00
280.000,00
224.000,00
-
Rp. 40.000,00
16.000,00

Cara pencatatan dan akibat penggunaan ketiga metode di atas terhadap laporan laba rugi sebagai berikut:
a.      Metode Pengurangan Persediaan Langsung
-       Kerugian Tidak Disendirikan
Dalam cara ini harga pokok penjualan dan persediaan barang awal dan akhir. dicatat dengan jumlah harga pokok atau nilai realisasi bersih, yang lebih rendah. Apabila nilai realisasi bersih lebih rendah dan harga pokok, maka rekening harga pokok penjualan  mengandung 2 elemen, yaitu:
-       harga pokok penjualan barang-barang yang dijual berdasarkan harga pokok,
-       kerugian penurunan harga persediaan barang.

Metode ini sederhana tetapi tidak memisahkan harga pokok penjualan dan kerugian penurunan harga persediaan. Apabila dipakai metode buku, harus dibuat penyesuaian. terhadap buku pembantu persediaan barang.
Metode Fisik
Tahun 2005
Harga pokok penjualan
Rp. 300.000,00

Persediaan barang

Rp. 300.000,00
(Menutup persediaan awal)





Persediaan barang
Rp. 280.000,00

Harga pokok penjualan

Rp. 280.000,00
(Mencatat persediaan akhir dengan jumlah harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah).
Tahun 2006
Harga pokok penjualan
Rp. 280.000,00

Persediaan barang

Rp. 280.000,00
(Menutup persediaan awal)





Persediaan barang
Rp. 224.000,00

Harga pokok penjualan

Rp. 224.000,00
(Mencatat persediaan akhir dengan jumlah harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah).
Metode Buku
Tahun 2005
Harga pokok penjualan
Rp. 40.000,00

Persediaan barang

Rp. 40.000,00
(Mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah).

Tahun 2006 :
Harga pokok penjualan
Rp. 16.000,00

Persediaan barang

Rp. 16.000,00
(Mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah).

b.      Metode Pengurangan Persediaan Langsung
-       Kerugian Penurunan Harga Persediaan Akhir Disendirikan
Dalam cara ini persediaan awal dan akhir dicatat dengan harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah. Tetapi laba rugi dikredit dengan persediaan barang sebesar harga pokoknya, selisihnya merupakan kerugian penurunan harga persean yang dicatat tersendiri.
Sering harga pokok penjualan mengandung 2 elemen, yaitu:
Harga pokok barang yang dijual berdasar harga pokok.
Penurunan harga persediaan barang awal periode.
apabila dipakai metode buku, buku pembantu persediaan harus disesuaikan.
Metode Fisik
Tahun 2005:
Harga pokok penjualan
Rp. 300.000,00

Persediaan barang

Rp. 300.000,00
(Menutup persediaan awal)





Persediaan barang
Rp. 280.000,00

Rugi penurunan harga persediaan
40.000,00

Harga pokok penjualan

Rp. 320.000,00
(Mencatat persediaan akhir dan mengakui kerugian).

Tahun 2006 :
Harga pokok penjualan
Rp. 280.000,00

Persediaan barang

Rp. 280.000,00
(Menutup persediaan awal)





Persediaan barang
Rp. 224.000,00

Rugi penurunan harga persediaan
16.000,00

Harga pokok penjualan

Rp. 40.000,00
(Mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah harga pokok atau nilai realisasi bersih, yang lebih rendah).
Tahun 2006 :
Rugi penurunan harga persediaan
Rp. 16.000,00

Persediaan barang

Rp. 16.000,00
(mengurangi nilai persediaan akhir menjadi jumlah harga pokok atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah).

c.       Metode Cadangan Persediaan
-       Kerugian Penurunan Harga Persediaan Awal dan Akhir Disendirikan
Dalam cara ini rekening harga pokok penjualan dan persediaan awal dan akhir dicatat dengan harga pokok. Apabila nilai realisasi bersih Iebih rendah maka kerugian penurunan persediaan barang awal periode dicatat tersendiri dan dikreditkan ke rekening cadangan.
Rekening cadangan ini setiap periode disesuaikan dengan jumlah kerugian penurunan harga pada saat itu. Apabila kerugian penurunan harga persediaan akhir Iebih besar daripada kerugian penurunan harga persediaan awal periode, maka rekening cadangan ditambah dan dibebankan sebagai kerugian. Tetapi apabila rugi penurunan harga persediaan akhir lebih kecil dan rugi penurunan harga persediaan awal, maka rekening cadangan dikurangi. dan dicatat sebagai laba.
Jika dipakai metode buku, tidak diperlukan penyesuaian terhadap buku pembantu persediaan barang.
Metode Fisik
Tahun 2005 :
Harga pokok penjualan
Rp. 300.000,00

Persediaan barang

Rp. 300.000,00
(Menutup persediaan awal)





Persediaan barang
Rp. 320.000,00

Rugi penurunan harga persediaan
40.000,00

Harga pokok penjualan

Rp. 320.000,00
Cadangan penurunan harga penjualan

40.000,00
(Mencatat persediaan akhir dengan jumlah harga pokok dan mengakui kerugian).
Tahun 2006 :
Harga pokok penjualan
Rp. 320.000,00

Persediaan barang

Rp. 320.000,00
(Menutup persediaan awal)





Persediaan barang
Rp. 240.000,00

Rugi penurunan harga persediaan
24.000,00

Harga pokok penjualan

Rp. 240.000,00
Cadangan penurunan harga penjualan

24.000,00
(Mencatat persediaan akir dengan jumlah harga pokok dan mengakui kerugian).
Metode Buku
Tahun 2005 :
Rugi penurunan harga persediaan
Rp.40.000,00

Cadangan penurunan harga penjualan

Rp.40.000,00
(Mengurangi persediaan akhir menjadi jumlah harga pokok atau nilai realisasi bersih, yang lebih rendah).
Tahun 2006 :
Cadangan penurunan harga persediaan
Rp.24.000,00

Laba dari pengurangan cadangan penurunan harga persediaan

Rp.24.000,00
(Menyesuaikan perkiraan cadangan agar sesuai dengan rugi turunnya harga persediaan akhir).
c) Metode Harga Jual
Penimpangan dari prinsip harga pokok untuk penilaian persediaan yaitu dengan mencantumkan persediaan dengan harga jual bersihnya dapat diterima dengan syarat :
1.      Ada kepastian bahwa barang-barang itu akan dapat segera dijual dengan harga yang telah ditetapkan
2.      Merupakan produk standar, yang pasarnya mampu menampung serta sulit untuk menentukan harga pokoknya.
Penyimpangan dengan penilaian sebesar harga jual biasanya untuk produk dari tambang logam mulia (emas dan perak) dan hasil-hasil pertanian/peternakan. Apabila persediaan dicantumkan dalam neraca sebesar harga jual bersihnya maka metode penilaian yang digunakan hendaknya dijelaskan dalam neraca.

PENILAIAN PERSEDIAAN DALAM KONTRAK JANGKA PANJANG

Dalam pekerjaan pembangunan jangka panjang (lebih dari satu periode akuntansi), pada akhir periode timbul masalah penilaiaan persediaan dan penentuan laba atau rugi untuk periode tersebut. Apabila pekerjaan yang belum selesai pada akhir periode tetap dicatat berdasarkan harga pokok maka laba baru akan diakui pada saat pembangunan selesai, metode ini disebut metode kontrak selesai (completed contract method). Apabila setiap akhir periode dilakukan perhitungan laba rugi atas pekerjaan yang belum selesai maka, pekerjaan yang belum selesai dicatat di atas/di bawah harga pokoknya, metode ini disebut metode persentase penyelesaian (percentage of completion method).

Contoh :
PT Tina Guna menerima kontrak untuk membangun sebuah kompleks perumahan pada tanggal 1 Februari 2005 yang diperkirakan akan selesai dalam waktu 21/2 tahun dengan harga kontrak sebesar Rp. 30.000.000,00. Data yang diketahui sebagai berikut :


2005
2006
2007
Biaya yang dikeluarkan
Rp.  7.000.000,00
Rp.11.000.000,00
Rp.  9.300.000,00
Taksiran biaya penyelesaian (akhir tahun)
Rp.20.000.000,00
Rp.  9.200.000,00
-
Uang muka pemesan
Rp.  6.000.000,00
Rp.11.500.000,00
Rp.12.500.000,00

1.       Metode Kontrak Selesai
Semua biaya yang dikeluarkan dalam kontrak pembangunan dikumpulkan dalam rekening bangunan dalam pelaksanaan. Uang yang diterima dari pemesan dikreditkan ke rekening uang muka pesanan, sebelum bangunan selesai tidak ada pendapatan yang diakui.

2.       Metode Persentase Penyelesaian
Semua biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan dicatat dalam rekening bangunan dalam pelaksanaan. Penerimaan uang dari pemesan dikreditkan ke rekening uang muka pesanan. Setiap akhir periode dilakukan perhitungan laba atau rugi berdasarkan persentase penyelesaian. Taksiran laba dicatat dengan mendebit rekening bangunan dalam pelaksanaan dan mengkredit rekening pengakuan laba kontrak jangka panjang.
Dari data diatas setiap akhir periode diadakan perhitungan laba rugi sebagai berikut :

Jurnal untuk mencatat transaksi diatas :

Transaksi
Rekening
Kontrak Selesai
Persentase Penyelesaian
2005
Biaya pembangunan

Uang muka pemesan

Pengakuan laba

2006
Biaya pembangunan

Uang muka pemesan

Pengakuan laba

2007
Biaya pembangunan

Uang muka pemesan

Pengakuan laba



Penyerahan bangunan kepada pemesan

Bangunan dalam pelaksanaan
Bahan, utang, kas dan lain-lain
Kas
Uang muka pesanan
Bangunan dalam pelaksanaan
Pengakuan laba kontrak jangka panjang

Bangunan dalam pelaksanaan
Bahan, utang, kas dan lain-lain
Kas
Uang muka pesanan
Bangunan dalam pelaksanaan
Pengakuan laba kontrak jangka panjang

Bangunan dalam pelaksanaan
Bahan, utang, kas dan lain-lain
Kas
Uang muka pesanan
Bangunan dalam pelaksanaan
Pengakuan laba kontrak jangka panjang
Bangunan dalam pelaksanaan
Laba pembangunan
Uang muka pesanan
Bangunan dalam pelaksanaan

Rp. 7.000.000
Rp. 7.000.000
Rp. 6.000.000
Rp. 6.000.000



Rp.11.000.000
Rp.11.000.000
Rp.11.500.000
Rp.11.500.000



Rp.  9.300.000
Rp.  9.300.000
Rp.12.500.000
Rp.12.500.000


Rp.  2.700.000
Rp.  2.700.000
Rp.30.000.000
Rp.30.000.000

Rp. 7.000.000
Rp. 7.000.000
Rp. 6.000.000
Rp. 6.000.000
Rp.    777.780
Rp.    777.780

Rp.11.000.000
Rp.11.000.000
Rp.11.500.000
Rp.11.500.000
Rp.  1.075.160
Rp.  1.075.160

Rp.  9.300.000
Rp.  9.300.000
Rp.12.500.000
Rp.12.500.000
Rp.     847.060
Rp.     847.060


Rp.30.000.000
Rp.30.000.000


Jumlah laba pembangunan yang dihitung dengan cara persentase penyelesaian atau kontrak selesai berjumlah Rp. 2.700.000,00. Dalam metode kontrak selesai, laba diakui dalam tahun 2007 yaitu pada saat selesainya kontrak, pada tahun 2005 dan 2006 tidak ada laba yang diakui. Dalam metode persentase penyelesaian, laba sebesar Rp. 2.700.000,00 diakui dalam 3 periode yaitu tahun 2005, 2006 dan 2007.
Pencatatan transaksi dalam proses penagihan uang muka pesanan dapat juga dilakukan dengan memakai rekening piutang dagang dan tagihan kontrak jangka panjang. Apabila digunakan cara ini maka rekening uang muka pesanan tidak ada, diganti dengan rekening tagihan kontrak jangka panjang yang digunakan untuk mencatat jumlah yang ditagih kepada pemesan sebesar kemajuan dalam pembangunan dan didebitkan ke rekening piutang dagang. Uang yang diterima dari pemesan akan dikreditkan ke rekening piutang dagang. Pada akhir masa pembangunan (saat selesainya pekerjaan) rekening tagihan kontrak jangka panjang ditutup bersama dengan rekening bangunan dalam pelaksanaan.
Misalnya dari data sebelumnya, pada tahun 2005 jumlah yang ditagihkan pada pemesan sebesar Rp. 7.700.000,00 (7/27 x Rp.30.000.000,00 dibulatkan) dan pemesan membayar Rp. 6.000.000,00. Data lainnya sama seperti sebelumnya, maka jurnal yang dibuat dalam tahun 2005 adalah :

Biaya pembangunan


Pembuatan faktur Rp.7.700.000,00 untuk menagih pada pemesan

Penerimaan uang sebesar Rp.6.000.000,00 dari pemesan

Pengakuan laba
Bangunan dalam pelaksanaan                                Rp.7.000.000,00
Pers. Bahan, utang, kas dan lain-lain                           Rp.7.000.000,00

Piutang dagang                                                        Rp.7.700.000,00
Tagihan kontrak jangka panjang                                  Rp.7.700.000,00


Kas                                                                           Rp.6.000.000,00
Piutang dagang                                                             Rp. 6.000.000,00

Bangunan dalam pelaksanaan                                Rp.   777.780,00
Pengakuan laba kontrak jangka panjang                      Rp.   777.780,00

Jurnal yang dibuat pada saat bangunan diserahkan pada pemesan adalah :

Tagihan kontrak jangka panjang                    Rp.30.000.000,00
Bangunan dalam pelaksanaan                                   Rp.30.000.000,00
Di dalam neraca, rekening tagihan kontrak jangka panjang mengurangi rekening bangunan dalam pelakasanaan yang disajikan dalam kelompok aktiva lancar dan bersifat seperti persediaan barang.

METODE – METODE TAKSIRAN

Dengan metode fisik untuk pencatatan persediaan, jumlah persediaan akhir dapat diketahui sesudah dilakukan perhitungan fisik atas barang-barang yang ada. Kadang-kadang perhitungan fisik tidak mungkin dilakukan sehingga penentuan jumlah persediaan dilakukan dengan cara-cara taksiran. Ada 2 cara untuk menaksir jumlah persediaan pada tanggal tertentu yaitu
(1)   metode laba bruto
(2)   metode harga eceran

Metode Laba Bruto
                        Menentukan jumlah persediaan dengan metode laba bruto, biasanya dilakukan dalam keadaan-keadaan sebagai berikut :

a.      Untuk menaksir jumlah persediaan barang yang diperlukan untuk menyusun laporan-laporan jangka pendek.
b.      Untuk menaksir jumlah persediaan barang yang rusak karena terbakar dan menentukan jumlah barang sebelum terjadinya kebakaran. Perhitungan ini untuk menentukan besarnya klaim terhadap perusahaan asuransi. Dalam keadaan ini metode laba bruto dapat digunakan bila sebagian catatan-catatan yang diperlukan ada dan tidak musnah terbakar.
c.       Untuk mengecek jumlah persediaan yang dihitung dengan cara-cara lain, disebut test laba bruto.
d.      Untuk menyusun taksiran harga pokok penjualan, persediaan akhir dan laba bruto. Taksiran ini dihitung sesudah dibuat budget penjualan.

Dalam metode laba bruto, pertama kali harus ditentukan besarnya persentase laba bruto yang didasarkan pada penjualan atau harga pokok penjualan. Biasanya persentase laba bruto ditentukan dengan menggunakan data tahun-tahun lalu. Sesudah persentase laba bruto diketahui, lalu dikalikan pada penjualan dan hasilnya dikurangkan pada penjualan sehingga dapat ditentukan jumlah harga pokok penjualan. Selisih antara harga pokok penjualan dengan barang-barang yang tersedia untuk dijual merupakan persediaan akhir.

Contoh penggunaan metode laba bruto adalah sebagai berikut :
            Persediaan barang awal                                 Rp. 100.000
            Pembeliaan (neto)                                          Rp. 400.000
            Penjualan (neto)                                             Rp. 300.000

(a)   Misalnya laba bruto sebesar 25% dari penjualan, maka :
Penjualan                                            = 100%
Laba bruto                                           =  25%
Harga pokok penjualan                       =  75%

Persediaan barang akhir periode dihitung sebagai berikut :
Persediaan awal                                                         Rp. 100.000,00
            Pembeliaan (neto)                                                      Rp. 400.000,00
            Tersedia untuk dijual                                      Rp. 500.000,00
Penjualan                                            Rp. 300.000,00
Laba bruto (25% x Rp. 300.000)         Rp.   75.000,00
Taksiran harga pokok penjualan                                            Rp. 225.000,00
Taksiran nilai persediaan akhir                                              Rp. 275.000,00

(b)   Misalnya laba bruto sebesar 40% dari harga pokok penjualan maka :
Harga pokok penjualan                       =   100%
Laba bruto                                           =    40%
Penjualan                                            =   140%

Persediaan barang akhir periode dihitung sebagai berikut :
            Persediaan awal                                                                     Rp. 100.000,00
            Pembeliaan (neto)                                                                  Rp. 400.000,00
            Tersedia untuk dijual                                                  Rp. 500.000,00
Penjualan                                                                    Rp. 300.000
Laba bruto  = 40/140 x 100% x Rp. 300.000   Rp.   85.710
Taksiran harga pokok penjualan                                                        Rp. 214.290,00
Taksiran nilai persediaan akhir                                                          Rp. 285.710,00

Apabila barang yang dijual bermacam-macam dan persentase laba brutonya berbeda-beda, maka perhitungan taksiran nilai persediaan dilakukan untuk masing-masing kelompok barang yang persentase laba brutonya sama.

Metode Harga Eceran (Retail Inventory Method)
Metode harga eceran biasanya digunakan oleh toko-toko yang menjual bermacam-macam barang secara eceran, termasuk toko serba ada.  Metode harga eceran ini memungkinkan dihitungnya jumlah persediaan akhir tanpa mengadakan perhitungan fisik. Metode harga eceran bisa digunakan untuk :
(1)   Menaksir jumlah persediaan barang untuk penyusunan laporan keuangan jangka pendek,
(2)   Mempercepat perhitungan fisik, karena jumlah yang dihitung dicantumkan dengan harga jualnya, maka untuk mengubahnya ke harga pokok dengan cara mengalikannya dengan persentase harga pokok tanpa perlu memperhatikan masing-masing fakturnya.
(3)   Mutasi barang dapat diawasi yaitu dengan membandingkan hasil perhitungan fisik yang dinilai oleh harga jual dengan hasil perhitungan dari metode harga eceran.

Dalam metode harga eceran, persentase harga pokok yang dihitung merupakan persentase harga pokok periode yang bersangkutan, sedangkan dalam metode laba bruto, persentase laba brutonya ditentukan dari tahun-tahun sebelumnya. Untuk menentukan jumlah persediaan akhir, pertama kali dihitung persentase harga pokok yaitu perbandingan barang yang tersedia untuk dijual dengan harga pokok dan harga jual. Kemudian barang yang tersedia untuk dijual (dengan harga jual) dikurangi jumlah penjualan yang akan menunjukkan persediaan akhir menurut harga jual. Persediaan akhir dengan harga pokok dihitung dengan mengalikan persentase harga pokok dengan persediaan akhir menurut harga jual. Agar metode harga eceran dapat digunakan maka catatan harus menunjukkan data sebagai berikut:
(a)   Persediaan awal yang dinilai dengan harga pokok dan harga jual.
(b)   Pembeliaan yang dilakukan dengan harga pokok dan harga jual.
(c)    Perubahan-perubahan terhadap harga jual pertama misalnya, kenaikan harga, pembatalan kenaikan harga, penurunan harga, pembatalan penurunan harga dan potongan-potongan khusus.
(d)   Data penyesuaian lain seperti transfer antar bagian dalam toko, pengembalian dan barang-barang rusak.
(e)   Jumlah penjualan.

Contoh perhitungan persediaan akhir dengan metode harga eceran.

Harga eceran
Harga pokok
Persediaan barang awal
Rp.   100.000,00
Rp.   60.000,00
Pembeliaan (neto)
Rp.1.000.000,00
Rp. 780.000,00
Tersedia untuk dijual
Rp.1.200.000,00
Rp. 840.000,00
penjualan
Rp.1.040.000,00

Persediaan barang akhir
Rp.   160.000,00


Persentase harga pokok    Rp.   840.000,00    x   100%   =  70%
                                                Rp.1.200.000,00
Persediaan barang akhir dengan harga pokok : 70% x Rp. 160.000,00 = Rp.112.000,00

Metode harga eceran menghasilkan suatu jumlah taksiran persediaan barang akhir, oleh karena itu paling sedikit setahun sekali harus diadakan perhitungan fisik dari barang yang ada untuk memeriksa apakah ada perbedaan hasil perhitungan atau tidak. Apabila terdapat perbedaan hasil perhitungan yang jumlahnya cukup besar maka perbedaan tersebut perlu dianalisa untuk menentukan sebab-sebabnya.
Metode harga eceran ini dapat digunakan dengan dasar-dasar yang berbeda yaitu (a) MPKP, (b) rata-rata tertimbang, (c) harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah, dan (d) MTKP.

Kenaikan dan Penurunan Harga
Biasanya karena beberapa hal, ada perubahan terhadap harga jual yang sudah ditetapkan. Perubahan ini mendapatkan perhatian dalam perhitungan persediaan akhir dengan metode harga eceran. Dalam hubungannya dengan metode harga eceran, digunakan istilah-istilah sebagai berikut :
Istilah
Keterangan
Contoh
Harga jual pertama

Kenaikan harga

Pembatalan kenaikan harga

Penurunan harga

Pembatalan penurunan harga
Harga pokok ditambah keuntungan, merupakan harga jual biasa
Suatu kenaikan diatas harga jual pertama (kadang-kadang disebut dengan tambahan kenaikan harga)
Pengurangan terhadap kenaikan harga, tidak sampai dibawah harga jual pertama
Suatu penurunan sampai dibawah harga jual pertama (Rp. 5,00 = pembatalan kenaikan harga; Rp.15,00 = penurunan harga)
Pengurangan terhadap penurunan harga, tidak sampai diatas harga jual pertama
Rp. 100,00

Rp.   10,00
Rp. 110,00
Rp.     5,00
Rp. 105,00

Rp.  20,00
Rp.  85,00
Rp.  10,00
Rp.  95,00

Perubahan-perubahan harga jual ini adalah untuk setiap unit barang, sehingga untuk mengetahui jumlah perubahan harga perlu dipertimbangkan jumlah persediaan barang yang ada pada waktu terjadi perubahan tersebut. Jumlah perubahan harga ini yang dicatat dalam rekening.
Contoh untuk menghitung jumlah perubahan harga adalah sebagai berikut :

Transaksi dan perubahan harga

Jumlah perubahan harga yang dicatat
Jumlah yang dibeli
Jumlah yang dijual (-)
Kenaikan harga
Jumlah yang dijual (-)
Pembatalan kenaikan harga
Jumlah yang dijual (-)
Pembatalan kenaikan harga dan penurunan harga



Jumlah yang dijual
Pembatalan penurunan harga
Jumlah yang dijual (-)
200 @ Rp.  75,00
160 @ Rp.100,00
  40 @ Rp.  10,00
25 @ Rp.110,00
15 @ Rp.    5,00
7 @ Rp.105,00

8 @ Rp.  20,00



6 @ Rp.  85,00
2 @ Rp.  10,00
2 @ Rp.  95,00
     0


Kenaikan harga                       Rp. 400,00

Pembatalan kenaikan harga    Rp.   75,00


Pembatalan kenaikan harga   
(8 x Rp. 5,00)                           Rp.   40,00
Penurunan harga
(8 x Rp.15,00)                          Rp. 120,00

Pembatalan penurunan harga  Rp.  20,00

Sebelum contoh penggunaan metode harga eceran dengan dasar-dasar yang ada, perlu diketahui terlebih dahulu sifat khusus dari masing-masing dasar yang digunakan dan pengaruhnya terhadap perhitungan persentase harga pokok sebagaai berikut :

Dasar Pembebanan Harga Pokok
a.      MPKP (FIFO)

b.      Rata-rata (average)

c.       Harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah

d.      MTKP (LIFO)
-        Harga stabil



-        Harga naik
Perhitungan Persentase Harga Pokok
Persediaan barang awal tidak dimasukkan dalam perhitungan persentase harga pokok.
Persediaan awal dimasukkan dalam perhitungan persentase harga pokok.
Penurunan harga neto tidak dimasukkan dalam perhitungan persentase harga pokok tetapi ditambahkan pada penjualan.

Kenaikan dan penurunan harga hanya diperhitungkan pada barang yang dibeli dalam periode sekarang, dan tidak diperhitungkan pada persediaan awal.
Menggunakan metode nilai rupiah.

Untuk menjelaskan penggunaan masing-masing dasar diatas dalam metode harga eceran, diberikan contoh sebagai berikut :
Toko serba ada “Lengkap” mempunyai data persediaan, pembeliaan dan penjualan sebagai berikut :


Harga eceran
Harga pokok
Persediaan awal
Pembeliaan (satu periode)
Biaya angkut pembeliaan
Kenaikan harga
Pembatalan kenaikan harga
Penurunan harga
Pembatalan penurunan harga
Potongan untuk pegawai
penjualan
Rp.   300.000,00
Rp.1.680.000,00
-
Rp.   240.000,00
Rp.     40.000,00
Rp.   120.000,00
Rp.     33.340,00
Rp.     60.000,00
Rp.1.653.340,00
Rp.   240.000,00
Rp.1.260.000,00
Rp.     40.000,00
-
-
-
-
-
-

Keterangan :
Potongan untuk pegawai, barang-barang rusak dalam kondisi normal, akan diperlakukan sama dengan penurunan harga. Kerusakan barang yang tidak normal akan mengurangi jumlah yang tersedia untuk dijual dalam kolom harga pokok dan harga eceran. Perlakuan ini diperlukan agar persediaan yang tersedia untuk dijual tidak dinyatakan terlalu tinggi. Kerusakan barang yang tidak normal ini dilaporkan dengan judul barang rusak atau rugi kerusakan barang.