BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada dasarnya tujuan pembangunan
nasional adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana
ditentukan dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan bahwa pemerintah negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa,serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai
tujuan masyarakat adil dan makmur tersebut berbagai upaya dilaksanakan oleh
semua pihak termasuk perbankan nasional.
Sementara itu pada pertengahan tahun
1997 krisis ekonomi dan moneter telah menimpa negara kita yang menurut para
pakar diakibatkan kombinasi dari dampak penularan ( contagion ) eksternal
dengan kelemahan internal dari struktur ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi
gejolak eksternal dan kelemahan internal ini telah mendorong krisis pada sektor
keuangan dan sektor riil yang kemudian menimpa perbankan nasional.
Kemunduran ekonomi kapitalis yang
menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi sosialis dengan kontrol negara dalam
perekonomian secara terpusat, merupakan titik pijak bagi perkembangan ekonomi
syariah. Asas yang didepankan dalam ekonomi syariah adalah keadilan atau
kesetaraan hak dan kewajiban, peniadaan segala bentuk penindasan atau
penggerogotan terhadap pihak lain, serta memiliki dimensi sosiologis. Pilar
utama perekonomian syariah adalah perbankan syariah.
B.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah :
·
Untuk mengetahui apa itu bank syariah
·
Untuk
mengetahui perbedaan bank syariah dengan bank konvensional
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bank
Sejak tahun 1992, Indonesia memperkenalkan dual banking system (sistem
perbankan ganda), yaitu sistem ketika bank konvensional dan bank syariah
diizinkan beroperasi berdampingan. Pada tahun yang sama, berdiri bank syariah
pertama yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI). Namun demikian, sistem perbankan
ganda baru benar – benar diterapkan sejak 1998 pada saat dikeluarkannya
perubahan Undang – Undang Perbankan dengan UU No.10/1998. Undang – Undang ini
selain memberikan landasan hukum yang kuat bagi bank syariah, juga memberikan
kesempatan bagi investor untuk mendirikan bank syariah baru maupun membuka unit
usaha syariah bagi bank konvensional. Pemerintah dan Bank Indonesia memberikan
komitmen besar dan menempuh berbagai kebijakan untuk mengembangkan bank
syariah.
Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Lembaga
yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat,
dalam literature Islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil.
Isitilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah.
Bank Syariah terdiri atas dua kata , yaitu Bank dan Syariah. Kata bank
bermakna suatu lembaga keungan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari
dua pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana.
Kata syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian
berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan
dana atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum
Islam.
Penggabungan kedua kata dimaksud, menjadi “bank syariah”. Bank Syariah
adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang
berkelebihan dana dengan yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan
lainnya sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, bank syariah biasa disebut Islamic
banking atau interest fee banking, yaitu suatu sistem perbankan
dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba ),
spekulasi (maisir), dan ketidakpastian atau ketidakjelasan ( gharar ).
Bank Syari’ah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tata cara
Islam yang mengacu kepada ketentuan Al-Quran dan Al Hadist.
B. Sejarah Bank Syari’ah
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan
embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan
melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El
Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing
(pembagian laba) di kota Mit
Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep
serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga,
sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan
membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970. dimana
pembicaraan mengenai bank syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia –
Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang
diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan ( LSIK ) dan
Yayasan Bhineka Tunggal Ika . Di tingkat internasional,gagasan untuk mendirikan
Bank Islam terdapat dalam konferensi negara – negara islam di Kuala
Lumpur,Malaysia pada tanggal 21 sampai dengan 27 April 1969 yang diikuti 19
negara peserta.
Gagasan berdirinya Bank Islam di Indonesia lebih konkret pada saat
lokakarya ”Bunga Bank dan Perbankan” pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide
tersebut ditindak lanjuti dalam Munas IV Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) di
hotel Sahid tanggal 22-25 Agustus 1990. Setelah itu, MUI membentuk suatu
Tim Steering Committee yang diketuai oleh Dr.Ir.Amin Aziz. Tim ini bertugas
untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan berdirinya Bank Islam
di Indonesia. Tim MUI ternyata dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, tebukti
dalam waktu 1 tahun sejak ide berdirinya Bank Islam tersebut, dukungan umat
Islam dari berbagai pihak sangat kuat. Setelah semua persyaratan terpenuhi pada
tanggal 1 November 1991 dilakukan penandatanganan akte pendirian Bank Mu’amalat
Indonesia ( BMI ) di Sahid Jaya Hotel dengan akte Notaris Yudo Paripurno,S.H
dengan izin Menteri Kehakiman No.C.2.2413 HT.01.01. Akhirnya, dengan izin
prinsip Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No.1223/MK.013/1991 tanggal 5
November 1991 BMI bisa memulai operasi untuk melayani kebutuhan masyarakat
melalui jasa-jasanya.
Periode 1992 sampai 1998, hanya terdapat satu Bank Umum Syariah dan 78 Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang telah beroperasi. Tahun 1998
muncul UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No 7 Tahun 1992 tentang
perbankan. Perubahan UU tersebut menimbulkan beberapa perubahan yang memberikan
peluang yang lebih besar bagi pengembangan bank syariah.
Akhir tahun 1999, bersamaan dengan
dikeluarkannya UU perbankan maka munculah bank – bank syariah umum dan bank
umum yang membuka unit usaha syariah. Sejak beroperasinya Bank Muamalat Indonesia
(BMI), sebagai bank syariah yang pertama pada tahun 1992, dengan satu kantor
layanan dengan asset awal sekitar Rp. 100 Milyar, maka data Bank Indonesia per
30 Mei 2007 menunjukkan bahwa saat ini perbankan syariah nasional telah tumbuh
cepat, ketika pelakunya terdiri atas 3 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha
Syariah (UUS), dan 106 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), sedangkan asset
kelolaan perbankan syariah nasional per Mei 2007 telah berjumlah Rp. 29
triliyun. Perkembangan bank umum syariah dan bank konvensional yang membuka
cabang syariah juga didukung dengan tetap bertahannya bank syariah pada saat
perbankan nasional mengalami krisis cukup parah pada tahun 1998.
Setelah lahirnya BMI, kini di masa
reformasi ,telah beroperasi pula lembaga-lembaga perbankan konvensional yang
menerapkan prinsip-prinsip syariah, baik yang dimiliki pemerintah maupun
swasta. Kemunculan bank-bank syariah ‘baru’, seperti Bank IFI Cabang
Syariah,Bank Syariah Mandiri,Bank BNI Divisi Syariah sebenarnya tidak terlepas dari
peristiwa krisis moneter yang cukup parah sejak 1998 atau pasca-likuidasi
ratusan bank konvesional, karena pengelolaanya yang menyimpang.
C.
Dasar Hukum Bank Syari’ah
Bank syariah secara yuridis normative
dan yuridis empiris diakui keberadaannya di negara Republik Indonesia.
Pengakuan secara yuridis normatif tercatat dalam peraturan perundang – undangan
di Indonesia, diantaranya, Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan,
Undang – Undang No. 10 tentang Perubahan atas Undang – Undang No.7 Tahun 1998
tentang Perbankan, Undang – Undang No. 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas
Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang – Undang No. 3
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Paradigma Agama. Selain itu, pengakuan secara yuridis empiris dapat dilihat
perbankan syariah tumbuh dan berkembang pada umumnya di seluruh Ibu kota
provinsi dan Kabupaten di Indonesia, bahkan beberapa bank konvensional dan
lembaga keungan lainnya membuka unit usaha syariah (bank syariah, asuransi
syariah, pegadaian syariah, dan semacamnya).
D.
Prinsip – Prinsip Perbankan Syari’ah
Prinsip syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai
dengan syariah.
Meskipun UU No.21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah telah dikeluarkan, namun Indonesia masih menganut dual
banking system ( dua system perbankan ). Ini berarti memperkenankan dua system
perbankan secara co-existance. Dua system perbankan itu adalah bank umum dan
bank berdasarkan bagi hasil (yang secara impisit mengakui system perbankan
berdasarkan prinsip Islam). Bank Syariah dapat dilakukan melalui 1) bank umum
syariah 2) bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) ; 3) Islamic windows; dan 4)
office channeling. Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Office Chanelling merupakan
istilah yang diberikan guna menandai dimungkinkannya melakukan kegiatan usaha
perbankan syariah di kantor cabang dan/atau kantor cabang pembantu bank umum
konvesional. Praktik perbankan
syariah tidak diperkenankan dilakukan bersama-sama dalam satu kantor yang
berpraktik konvesional. Dalam PBI No.4/1/PBI/2002, dibuka kesempatan kepada
bank umum konvesional untuk membuka cabang syariah dengan persyaratan yang
cukup ketat, yaitu adanya pemisahan pembukuan,pemisahan modal,pemisahan
pegawai,dan pemisahan keragaan ruangan.
Operasional Bank Islam didasarkan
kepada prinsip jual beli dan bagi hasil sesuai dengan syariah Islam.
Adapun prinsip bagi hasil ( Profit
Sharing ) sebagai berikut:
1.
Al – Wadiah
Yaitu perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang) dengan penyimpan (termasuk bank) di mana pihak penyimpan bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan atau uang yang dititipkan kepadanya.
Terdapat dua jenis al-Wadiah :
a. Al-Wadiah Amanah
b. Al-Wadiah Dhamanah
Yaitu perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang) dengan penyimpan (termasuk bank) di mana pihak penyimpan bersedia untuk menyimpan dan menjaga keselamatan barang dan atau uang yang dititipkan kepadanya.
Terdapat dua jenis al-Wadiah :
a. Al-Wadiah Amanah
b. Al-Wadiah Dhamanah
2.
Al – Mudharabah
Yaitu perjanjian antara pemilik modal (uang atau barang) dengan pengusaha (enterpreneur). Dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek/usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. Pemilik modal tidak dibenarkan ikut dalam pengelolaan usaha, tetapi diperbolehkan membuat usulan dan melakukan pengawasan. Apabila usaha yang dibiayai mengalami kerugia, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali apabila kerugian tersebut terjadi karena penyelewangan atau penyalahgunaan oleh pengusaha.
Syarat – syarat mudharabah :
1. Modal
2. Keuntungan
Yaitu perjanjian antara pemilik modal (uang atau barang) dengan pengusaha (enterpreneur). Dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek/usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai dengan perjanjian. Pemilik modal tidak dibenarkan ikut dalam pengelolaan usaha, tetapi diperbolehkan membuat usulan dan melakukan pengawasan. Apabila usaha yang dibiayai mengalami kerugia, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali apabila kerugian tersebut terjadi karena penyelewangan atau penyalahgunaan oleh pengusaha.
Syarat – syarat mudharabah :
1. Modal
2. Keuntungan
3.
Al – Musyarakah
Yaitu perjanjian kerja sama antara dua belah pihak atau lebih pemilik modal ( uang atau barang ) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai persetujuan antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa modal masing-masing pihak. Dalam hal terjadi kerugian, maka pembagian kerugian dilakukan sesuai pangsa modal masing-masing.
Menurut fiqih ada 2 bentuk musyarakah, yaitu :
1. terjadinya secara otomatis disebut syarikah Amlak
2. terjadinya atas dasar kontrak disebut syarikah Uqud
Yaitu perjanjian kerja sama antara dua belah pihak atau lebih pemilik modal ( uang atau barang ) untuk membiayai suatu usaha. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi sesuai persetujuan antara pihak-pihak tersebut, yang tidak harus sama dengan pangsa modal masing-masing pihak. Dalam hal terjadi kerugian, maka pembagian kerugian dilakukan sesuai pangsa modal masing-masing.
Menurut fiqih ada 2 bentuk musyarakah, yaitu :
1. terjadinya secara otomatis disebut syarikah Amlak
2. terjadinya atas dasar kontrak disebut syarikah Uqud
4.
Al-Murabahah dan Al-Bai’u Bithaman Ajil
Al-Murabahah yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama dengan pembayaran ditangguhkan 1 bulan sampai 1 tahun. Persetujuan tersebut juga meliputi car a pembayaran sekaligus.
Sedangkan al-Bai’u Bithaman Ajil yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan ini termasuk pula jangka waktu pembayaran dan jumlah angsuran.
Al-Murabahah yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama dengan pembayaran ditangguhkan 1 bulan sampai 1 tahun. Persetujuan tersebut juga meliputi car a pembayaran sekaligus.
Sedangkan al-Bai’u Bithaman Ajil yaitu persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Persetujuan ini termasuk pula jangka waktu pembayaran dan jumlah angsuran.
5.
Al-Ijarah dan Al-Ta’jiri
Al-Ijarah yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah masa sewa berakhir, maka barang akan dikembalikkan kepada pemilik.
Sedangkan Al-Tajiri yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah berakhir masa sewa, maka pemilik barang menjual barang tersebut kepada penyewa dengan harga yang disetujui kedua belah pihak.
Al-Ijarah yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah masa sewa berakhir, maka barang akan dikembalikkan kepada pemilik.
Sedangkan Al-Tajiri yaitu perjanjian antara pemilik barang dengan penyewa yang membolehkan penyewa untuk memanfaatkan barang tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Setelah berakhir masa sewa, maka pemilik barang menjual barang tersebut kepada penyewa dengan harga yang disetujui kedua belah pihak.
6.
Al-Qardahul Hasan
Al-Qardahul Hasan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, di mana peminjam tidak kerkewajiban untuk mengembalikan apa pun kecuali pinjaman dan biaya administrasi.
Untuk menghindarkan diri dari riba, biaya administrasi pada pinjaman Al-Qardahul Hasan :
a ) Harus dinyatakan dalam nominal bukan presentase
b ) Sifatnya harus nyata,jelas dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan untuk terjadinya kontrak.
Al-Qardahul Hasan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, di mana peminjam tidak kerkewajiban untuk mengembalikan apa pun kecuali pinjaman dan biaya administrasi.
Untuk menghindarkan diri dari riba, biaya administrasi pada pinjaman Al-Qardahul Hasan :
a ) Harus dinyatakan dalam nominal bukan presentase
b ) Sifatnya harus nyata,jelas dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan untuk terjadinya kontrak.
Dan untuk prinsip Jual Beli ( Al –
Buyu ) yaitu :
1.
Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak,di
mana pembeli dan penjual menyepakati harga jual, yang terdiri atas harga beli
ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual.
2.
Salam
Salam, yaitu pembelian barang dengan pembayaran di muka dan barang diserahkan kemudian. Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada,sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh.
Salam, yaitu pembelian barang dengan pembayaran di muka dan barang diserahkan kemudian. Salam adalah transaksi jual beli, dimana barangnya belum ada,sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh.
3.
Istisna
Istisna adalah pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan di muka sekaligus atau secara bertahap.
Istisna adalah pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan di muka sekaligus atau secara bertahap.
4.
Ijarah ( Sewa )
Ijarah adalah kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa. Secara prinsip, ijarah sama dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat.
Ijarah adalah kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa. Secara prinsip, ijarah sama dengan transaksi jual beli, hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat.
5.
Wakalah
Wakalah adalah transaksi, dimana pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua ( sebagai wakil ) untuk urusan tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi.
Wakalah adalah transaksi, dimana pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua ( sebagai wakil ) untuk urusan tertentu dimana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi.
6.
Kafalah ( Garansi Bank )
Kafalah adalah transaksi dimana pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kejadian yang dilakukan oleh pihak kedua, sepanjang sesuai dengan diperjanjikan dimana pihak pertama menerima imbalan berupa komisi atau fee.
Kafalah adalah transaksi dimana pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kejadian yang dilakukan oleh pihak kedua, sepanjang sesuai dengan diperjanjikan dimana pihak pertama menerima imbalan berupa komisi atau fee.
7.
Sharf (Jual beli valuta asing)
Sharf adalah pertukaran/ jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran.
Sharf adalah pertukaran/ jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran.
8.
Hawalah
Hawalah adalah transaksi pengalihan utang-piutang
Hawalah adalah transaksi pengalihan utang-piutang
9.
Rahn (Gadai)
Rahn adalah transaksi gadai dimana seseorang yang membutuhkan dan dapat menggadaikan barang yang dimilikinya kepada bank syariah dan atas izin bank syariah, orang tersebut dapat menggunakan barang yang digadaikan tersebut,dengan syarat harus dipelihara dengan baik.
Rahn adalah transaksi gadai dimana seseorang yang membutuhkan dan dapat menggadaikan barang yang dimilikinya kepada bank syariah dan atas izin bank syariah, orang tersebut dapat menggunakan barang yang digadaikan tersebut,dengan syarat harus dipelihara dengan baik.
10. Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi Qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal,yaitu sebagai pinjaman talangan haji.
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi Qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal,yaitu sebagai pinjaman talangan haji.
Menurut Pasal 2 UU 21 Tahun 2008,
perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Dalam penjelasan Pasal 2
dikemukakan kegiatan usaha yang berasaskan berikut ini:
1.
Prinsip syariah, antara lain kegiatan usaha yang tidak
mengandung unsur:
a)
Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah
antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama
kualitas,kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam
meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana
yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah)
b)
Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu
keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
c)
Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas,
tidak memiliki, tidak diketahui keberadaanya, atau tidak dapat diserahkan pada
saat transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam syariah
d)
Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam
syariah
e)
Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan
bagi pihak lainnya.
2.
Demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi syariah yang
mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.
3.
Prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank
yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Disamping itu kegiatan usaha
perbankan syariah diatur pasal 36-37 PBI No.6/24 /PBI/2004. Agar memudahkan
pemahaman, secara garis besar kegiatan usaha perbankan syariah meliputi 9
(sembilan) fungsi berikut ini :
1.
Penghimpunan
Dana
2. Penyaluran dana (langsung dan tidak
langsung)
3.
Jasa
pelayanan perbankan
4.
Berkaitan dengan surat berharga
5.
Lalu lintas keuangan dan pembayaran Money transfer,
inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing (sharf)
6.
Berkaitan pasar modal
7.
Investasi
8.
Dana Pensiun
9.
Sosial
E. Perbandingan Antara Bank Syari’ah
Dan Konvensional
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum merupakan bagian dari
perbankan nasional yang memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur
dana masyarakat serta pemberi jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan
seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Perbedaan
mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut aspek legal, stuktur organisasi,
usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja (Syafi’I Antonio, 2001).
Bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh
pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena
bunga merupakan riba yang diharamkan. Pola bagi hasil ini memungkinkan nasabah
untuk mengawasi langsung kinerja bank syariah melalui monitoring atas
jumlah bagi hasil yang diperoleh.
BANK
ISLAM
|
BANK
KONVENSIONAL
|
1.
Melakukan investasi – investasi
yang halal saja.
2. Bedasarkan prinsip bagi hasil,
jual beli, atau sewa.
4.
Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk kemitraan.
5.
Penghimpun
dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa DPS
|
Investasi yang halal dan haram
Memakai perangkat bunga.
Profit
oriented
Hubungan
dengan nasabah dalam bentuk hubungan debito – debitor.
Tidak
terdapat dewan sejenis
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bank syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip
kehati-hatian.
Bank syariah tidak menggunakan bunga
sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas
penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan. Pola
bagi hasil ini memungkinkan nasabah untuk mengawasilangsung kinerja bank
syariah melalui monitoring atas jumlah bagi hasil yang diperoleh. Jumlah
keuntungan bank semakin besar maka semakin besar pula bagi hasil yang diterima
nasabah, demikian juga sebaliknya. Jumlah bagi hasil yang kecil atau mengecil
dalam waktu cukup lama menjadi indikator bahwa pengelolaan bank merosot.
DAFTAR PUSTAKA
http://rizwarassundawi.blogspot.com/
http://mahjiajie.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar