Selasa, 28 Desember 2010

Sistem Ekonomi Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN


A.   SISTEM EKONOMI
Secara mendasar sebenarnya sistem ekonomi ada 3 macam yaitu :
  1. Sistem ekonomi liberal (pasar), sistem ini memberi kebebasan sepenuhnya dalam segala bidang perekonomian kepada masyarakat untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Biasanya negara-negara yang menganut sistem ini adalah negara-negara yang mempunyai banyak modal (negara maju) sehingga negara-negara seperti ini sering disebut negara kapitalis/penguasa modal.
  2. Sistem ekonomi terpusat (terpimpin), dalam sistem perekonomian ini semua sumber daya dikuasai sepenuhnya oleh seorang pemimpin saja (biasanya pemerintah) dan masyarakat hanya berperan sebagai konsumen, sehingga dalam sistem perekonomian seperti ini harga-harga barang lebih mudah dikendalikan sehingga kemakmuran masyarakat lebih mudah untuk diatur. biasanya negara yang menggunakan sistem perekonomian seperti ini adalah negar-negara komunis.
  3. Sistem perekonomian campuran, sistem ini merupakan perpaduan antara sistem ekonomi terpusat dengan sistem perekonomian liberal. Sistem perekonomian ini memberikan kebebasan kepada pihak swasta pada batas-batas yang tidak menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga sumber daya sebagian dikelola pemerintah dan sebagian dikelola swasta/masyarakat yang punya modal. Negara-negara yang menganut sistem perekonomian seperti ini adalah negara yang masih dalam taraf mensejahterakan masyarakatnya.

B.   SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
v     Pada zaman dahulu kehidupan ekonomi nenek moyang kita masih tertutup. Segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat suatu desa dihasilkan oleh desa itu sendiri. Adat istiadat masih sangat mengikat dan kebutuhan desa selalu dikerjakan secara gotong royong. Peradaban manusia bertambah maju, sehingga kebutuhan pun bertambah banyak. Oleh sebab itu, maka timbullah tukar menukar barang yang akhirnya berkembang menjadi jual beli. Kemudian mulai mengenal uang sebagai alat pertukaran, dan terjadilah pasar yang merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli.
v     Pada abad ke 13 masuklah pengaruh asing yang dibawa oleh para pedagang Eropa, antara lain orang Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda. Sifat gotong royong dan kekeluargaan yang dimiliki bangsa kita dipengaruhi oleh sifat bangsa-bangsa Eropa yang serba individualistis. Sistem perekonomian yang mereka bawa dari Eropa adalah sistem perekonomian liberal.
v     Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945 bangsa kita mengalami penindasan yang lebih kejam. Pada masa itu tidak ada sistem perekonomian yang diterapkan, yang ada hanya sistem ekonomi perang. Semua produksi ditujukan untuk kepentingan perang tentara Jepang.
v     Tanggal 17 Agustus 1945 merupakn tanggal bersejarah bagi bangsa Indonesia yaitu diproklamasikannya kemerdekaan bangsa Indonesia. Kata kemerdekaan membawa kebebasan bangsa kita untuk menyusun kembali sistem perekonomian sendiri yang berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, yaitu sistem perekonomian yang berasaskan kekeluargaan.
Orde Baru yang lahir tahun 1966, menghendaki kembali kemurnian Pancasila dan UUD 1945. Saat itu mulai dilaksanakan sistem perekonomian yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk mewujudkan demokrasi ekonomi. Sistem perekonomian ini disebut Sistem Ekonomi Pancasila.
Jadi kalau kita lihat Indonesia sekarang ini, Indonesia menganut sistem perekonomian campuran, ini terbukti melalui UUD 45 pasal 33 dimana sebagian sumber daya dikuasai oleh negara (melalui BUMN) namun berjalannya waktu dan tingkat inflasi, sekarang beberapa aset BUMN dan sahamnya dijual kepada swasta sehingga sekrang sumber daya Indonesia sebagian besar dikuasai oleh swasta ( kaum kapitalis/penguasa modal). Dari sini bisa disimpulkan sistem perekonomian Indonesia adalah campuran yang akan mengarah pada liberal.
Sistem ekonomi Indonesia adalah sintesa antara kapitalisme dan sosialisme. Dengan memadukan dua unsur ini maka yang ada dalam sistem ekonomi Indonesia adalah bukan individualisme dan bukan pula kolektivisme. Dalam perekonomian Indonesia ada individualisme, namun karena telah di batasi kolektivisme maka individualisme ini tidak segarang aslinya.
Sentralisai dan swastanisai. Peran negara dalam sistem perekonomian Indonesia memang sentral, namun hal itu tidak menjadikannya seperti sentralisme yang ada di negara-negara sosialisme, lagi-lagi hal ini karena hasil sintesa antara individulisme dan kolektivisme.

C.   ASAS SISTEM EKONOMI INDONESIA
Sistem perekonomian Indonesia beradasarkan asas kekeluargaan. Lalu, apa asas kekeluargaan itu? Pertama, asas ini lekat sekali dengan ide-ide Pak Hatta, mengenai sebuah bentuk perekonomian yang oleh beliau dianggap paling sesuai dengan masyarakat Indonesia . Dengan ide inilah Pak Hatta menggagas satu badan ekonomi Indonesia yang di kenal dengan “koperasi”. Kedua, hal ini berkenaan dengan UUD’45, tepatnya dalam pembukaan dan dua pasal pokok di dalamnya. Asas kekeluargaan ini secara ekstrisik nampak pada pasal 33 ayat 1, sedangkan secara intrisik asas dapat di pahami dari Pembukaan UUD, pasal 27 ayat 2, dan pasal 33 (2,3).
Dalam pasal 33 ayat 1 yang berbunyi,
“ Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”.
Di sini secara jelas nampak bahwa Indonesia menjadikan asas kekeluargaan sebagai fondasi dasar perekonomiannya. Kemudian dalam pasal 33 ayat 2 yang berbunyi,
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”,
Dilanjutkan pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi,
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Dari bunyinya dapat dilihat bahwa dua pasal ini mengandung intisari asas itu.
Dalam pasal 27 ayat dua yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Makna kekeluargaan di sini lebih jelas di bandingkan pasal 33 ayat 2 dan 3. Ada hak yang menjembatani antara negara dan warga negara. Hubungan ini tidak hanya sekedar apa yang harus di lakukan dan bagaimana memperlakukan. Tetapi ada nilai moral khusus yang menjadikannya istimewa. Dan nilai moral itu adalah nilai-nilai yang muncul karena rasa kekeluargaan. Dan hal ini pun tidak jauh beda dengan yang ada dalam pembukaan UUD, di dalamnya asas kekeluargaan juga muncul secara tersirat.
Mengacu pada pasal-pasal di atas, asas kekeluargaan dapat digambarkan sebagai sebuah asas yang memiliki substansi sebagai berikut: kebersamaan, idealis keadilan, persamaan hak, gotong-royong, menyeluruh, dan nilai-nilai kemanusiaan

D.   LANDASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA      
Secara normatif landasan idiil sistem ekonomi Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945.
Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi yang berorientasi kepada
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan moral agama, bukan materialisme);
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan atau eksploitasi);
  3. Persatuan Indonesia (berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi dalam ekonomi);
  4. Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi rakyuat dan hajat hidup orang banyak);
5.      Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat yang utama bukan kemakmuran orang-seorang).

Laporan Keuangan

1.   Perbedaan Laporan Keuangan Dan Pelaporan Keuangan
Pelaporan Keuangan  meliputi segala aspek yang berkaitan dengan penyediaan dan peyampaian informasi keuangan. Aspek-aspek tersebut antara lain lembaga yang terlibat (misalnya penyusunan standar, badan pengawas dari pemerintah atau pasar modal, organisasi profesi, dan entitas pelapor), peraturan yang berlaku termasuk PABU (prinsip akuntansi berterima umum atau generally accepted accounting principles/GAAP). Laporan keuangan hanyalah salah satu medium dalam penyampaian informasi.
Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan.
Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan:
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misal, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misal informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga” 

2.   Unsur – Unsur Laporan Keuangan
Dari pengertian diatas laporan keuangan dibuat sebagai bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepada manajemen.
Ada 5 jenis Laporan Keuangan yang diakui oleh IAI maupun FASB, yaitu :
  1. Neraca, adalah bagian dari laporan keuangan suatu entitas yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan posisi keuangan entitas tersebut pada akhir periode tersebut. Neraca terdiri dari tiga unsur, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas yang dihubungkan dengan persamaan berikut:
Ø      aset = kewajiban + ekuitas
      Informasi yang dapat disajikan di neraca antara lain posisi sumber kekayaan entitas dan sumber pembiayaan untuk memperoleh kekayaan entitas tersebut dalam suatu periode akuntansi (triwulan, caturwulan, atau tahunan).
  1. Laporan Laba Rugi adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menjabarkan unsur-unsur pendapatan dan beban perusahaan sehingga menghasilkan suatu laba (atau rugi) bersih.
Unsur-unsur laporan laporan laba rugi biasanya terdiri dari:
·         Pendapatan dari penjualan
o        Dikurangi Beban pokok penjualan
·         Laba/rugi kotor
o        Dikurangi Beban usaha
·         Laba/rugi usaha
o        Ditambah atau dikurangi Penghaslan/beban lain
·         Laba/rugi sebelum pajak
o        Dikurangi Beban pajak
·         Laba/rugi bersih
  1. Laporan Perubahan Ekuitas
  2. Laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan berupa laporan arus kas atau laporan arus dana. Laporan Arus Kas adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan aliran masuk dan keluar uang (kas) perusahaan.
  3. Catatan Atas Laporan Keuangan, menginformasikan kebijaksanaan akuntansi yang mempengaruhi posisi keuangan dari hasil keuangan perusahaan.
Kelima laporan keuangan tersebut hanyalah salah satu medium dalam penyampaian informasi.
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah
  1. Aktiva (Assets)
Aktiva adalah sumber daya yang dikuasai perusahaan sebagai hasil dari peristiwa masa lalu dan dari manfaat ekonomi yang diharapkan akan diperoleh perusahaan pada masa yang akan datang.
  1. Kewajiban (Liabilities)
Kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu. Penyelesaian utang mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi (aktiva).
  1. Modal (Ekuitas)
Modal adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.
sedangkan unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan laba/rugi adalah pendapatan dan beban.
a.       Pendapatan (Revenue)
Pendapatan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk penambahan aktiva atau pengurangan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan modal yang tidak berasal dari kontribusi peranan modal.
b.      Beban (Expense)
Beban adalah manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva. Dengan kata lain, kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada peranan modal.

3.   Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tujuan laporan keuangan adalah Meyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.
Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan.
Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan manajemen (Inggris: stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin melihat apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi. Keputusan ini mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mampu mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.

B.   Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memenuhi tugas yang diberikan selain itu agar masyarakat mengetahui Pajak Pertambahan Nilai, barang dan jasa kena pajak atau barang dan jasa non pajak serta besarnya tarif pajak.

C.   Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
A.     Latar Belakang Masalah
B.     Tujuan
C.     Sistematika Penulisan

Bab II Pembahasan
A.     Pengertian
B.     Barang Dan Jasa Non Pajak
C.     Cara Perhitungan
D.     Contoh Perhitungan

Daftar Pustaka


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
a.       Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
b.      Impor Barang Kena Pajak
c.       Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
d.      Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
e.       Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
f.        Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
g.       Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
h.       Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
Pelaporan Usaha Untuk di Kukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha yang melakukan :
v     Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean; atau
v     Melakukan ekspor Barang Kena Pajak,
v     Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang NO 42 Tahun 2009.
Pengusaha Kecil
Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).
B. Barang Dan Jasa Non PPN
Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak dikenakan PPN, yaitu:
1. Jenis Barang Yang Tidak Dikenakan PPN
1)      Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi :
a.       Minyak mentah;
b.      Gas bumi;
c.       Panas bumi;
d.      Pasir dan kerikil;
e.       Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan
f.        Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.
g.       Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya.
2)      Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu :
a.       Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk:
·        Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih;
·        Digiling;
·        Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak;
·        Beras pecah;
·        Menir (groats) dari beras.
b.      Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk:
·        Jagung yang telah dikupas maupun belum/ jagung tongkol dan biji jagung/jagung pipilan;
·        Munir (groats) / beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.
c.       Sagu, dalam bentuk :
·        Empulur sagu;
·        Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu.
d.      Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau,kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh;
e.       garam baik yang beryodium maupun tidak berjodium termasuk:
·        Garam meja;
·        Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atau lebih, dengan kadar Na CL 94,7 %
(dry basis).
3)      Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.
4)      Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
2. Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
1)      Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:
a.       Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi;
b.      Jasa dokter hewan;
c.       Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli gigi;
d.      Jasa kebidanan, dan dukun bayi;
e.       Jasa paramedis, dan perawat; dan
f.        Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
2)      Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
a.       Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
b.      Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;
c.       Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d.      Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;
e.       Jasa pemakaman termasuk krematorium;
f.        Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.
g.       Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
3)      Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero);
4)      Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi :
a.       Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.
b.      Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi; dan
c.       Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.
5)      Jasa di bidang keagamaan, meliputi :
a.       Jasa pelayanan rumah ibadah;
b.      Jasa pemberian khotbah atau dakwah; dan
c.       Jasa lainnya di bidang keagamaan.
6)      Jasa di bidang pendidikan, meliputi :
a.       Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional;
b.      Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.
7)      Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.
8)      Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
9)      Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta.
10)  Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a.       Jasa tenaga kerja;
b.      Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
c.       Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
11)  Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
a.       Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
b.      Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
12)  Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (1MB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Pengkreditan Pajak Masukan
a.       Bagi PKP yang menyewakan ruangan dapat mengkreditkan PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung atau ruangan yang disewakan.
b.      Bagi Pihak yang menyewa ruangan:
1)      Apabila penyewa adalah PKP, maka PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan yang disewa merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar.
2)      Apabila ruangan yang disewa mempunyai fungsi ganda misalnya digunakan untuk tempat usaha dan tempat tinggal, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha. Misalnya bangunan yang disewa terdiri dari tiga lantai, lantai satu digunakan untuk pertokoan, selebihnya digunakan untuk tempat tinggal. PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan luas ruangan (bangunan) yang digunakan untuk tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan (bangunan) yang disewa tersebut.

C. Cara Perhitungan
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Tarif PPN & PPnBM
1.      Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2.      Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen)
3.      Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).

Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
1.      Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2.      Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3.      Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN.
4.      Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5.      Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
a.       Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
b.      Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
c.       Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata;
d.      Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
e.       Persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar;
f.        Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapatdikreditkan, adalah harga pasar wajar;
g.       Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari Harga Jual.
h.       Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
i.         Jasa pengiriman paket adalah adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
j.        Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;
k.      Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
l.         Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.
D. Contoh Perhitungan
Contoh Cara Menghitung PPN & PPnBM
1.      PKP “A” dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PKP “B” dengan Harga Jual Rp. 25.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh
PKP “A” = 10% x Rp. 25.000.000,00
PKP “A” = Rp. 2.500.000,00
PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
2.      PKP “B” dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh
PKP “B” = 10% x Rp. 15.000.000,00
PKP “B” =.1.500.000,00
PPN sebesar Rp. 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
3.      Pengusaha Kena Pajak “C” mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp.35.000.000,00 PPN yang dipungut
melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp.35.000.000,00
   = Rp 3.500.000,00
4.      Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas
impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
a.   Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b.  PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
c.   PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
a.       Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b.      PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
c.       PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00
PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”


DAFTAR PUSTAKA


Senin, 27 Desember 2010

Biaya Produksi

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Tujuan
Latar belakang dan tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas micro ekonomi yang diberikan dan memahami materi lebih mendalam lagi, serta untuk mengetahui apa saja jenis – jenis biaya produksi dan perbedaannya.

B. Pengertian Biaya
Pengertian biaya (cost) berbeda dengan pengertian ongkos (expenses). Ongkos (expenses) adalah biaya yang dikeluarkan untuk manfaat yang telah diperoleh saat melakukan transaksi. Biaya (cost) adalah pengeluaran yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan di masa yang akan datang. Dalam pengertian ekonomi, biaya ialah investasi.

C. Unsur – Unsur Biaya
Biasanya, perusahaan yang bergerak di bidang agraris dan ekstraktif memiliki unsur biaya produksi lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan di bidang industri. Unsur – unsur biaya produksi pada perusahaan di bidang industri, ialah :
  1. Biaya Langsung (Direct Cost)
a.      Bahan Baku dan Bahan Penolong
Bahan baku adalah bahan yang. Bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk membantu proses pembuatan barang.
b.      Upah Tenaga Kerja
Upah adalah uang yang diterima sebagai imbal jasa atas tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada perusahaan. Tapi, perlu diingat bahwa upah tenaga kerja yang termasuk biaya produksi ialah upah tenaga kerja yang langsung menangani produksi.
  1. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)
Biaya tidak langsung adalah semua pengeluaran yang tidak berkaitan langsung dengan proses produksi. Contoh : pajak, listrik, telepon, air PAM, gaji, biaya perbaikan gedung. Biaya tidak langsung terdiri dari :
a.      Biaya Umum
b.      Biaya Penjualan adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menjual hasil produksi. Contoh : biaya promosi/iklan, upah komisioner/makelar.


BAB II
ISI dan PEMBAHASAN

A. Biaya Produksi
Biaya produksi adalah pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk memperoleh faktor – faktor produksi dan bahan mentah untuk menghasilkan barang dan jasa. Secara garis besar biaya produksi dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu biaya produksi eksplisit dan biaya produksi implisit (imputed cost). Dari sudut pandangan teori ekonomi mikro, seorang produsen dapat dikatakan untung apabila pekerjaan yang ia terima dari hasil penjualan outputnya lebih besar dari biaya produksi secara keseluruhan baik yang bersifat eksplisit maupun implisit.
1.      Biaya Eksplisit adalah biaya yang dikelurkan perusahaan untuk memperoleh faktor – faktor produksi.
2.      Biaya Tersembunyi (imputed cost) adalah taksiran biaya atas faktor – faktor produksi yang dimiliki dan digunakan perusahaan dalam proses produksinya. Contoh : modal sendiri yang digunakan dalam perusahaan.
Dalam menganalisis biaya produksi perusahaan dibedakan dalam 2 jangka waktu, yaitu :
1.      Biaya Produksi Dalam Jangka Pendek
2.      Biaya Produksi Dalam Jangka Panjang

B. Biaya Produksi Dalam Jangka Pendek
Periode produksi jangka pendek, yaitu periode prduksi di mana produsen tidak dapat mengubah input tetap atau jangka waktu dimana sebagian faktor produksi tidak dapat ditambah jumlahnya.
Untuk menganalisis hubungan fungsional antara biaya produksi dan jumlah barang, biaya produksi dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah terhadap perubahan jumlah barang yang diproduksi. Biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah terhadap perubahan jumlah barang yang diproduksi.
Dalam periode jangka pendek, biaya produksi digolongkan menjadi biaya total dan biaya rata – rata. Biaya total dapat diturunkan menjadi 2 ukuran biaya, yaitu biaya total rata-rata merupakan biaya total dibagi jumlah produksi dan biaya marginal merupakan kenaikan biaya total apabila terjadi kenaikan produksi sebanyak 1 unit.
Jenis – jenis  biaya produksi dalam jangka pendek :
  • Konsep Biaya Total dibedakan menjadi :
1.      Biaya Tetap (Fixed Cost-FC) adalah biaya produksi perusahaan yang tidak tergantung pada tingkat produksi perusahaan. Biaya tetap sering disebut juga overhead cost. Kurva biaya tetap (FC) berbentuk garis lurus karena penambahan atau pengurangan jumlah produksi tidak mempengaruhi biaya tetap yang harus dikeluarkan perusahaan.
2.      Biaya Variabel (Variable Cost-VC) adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan tergantung pada jumlah barang yang diproduksi. Kurva biaya variabel (VC) bersifat positif karena apabila jumlah produksi nol, biaya variabel juga nol. Apabila jumlah produksi bertambah, biaya variabel juga bertambah. Secara matematis, biaya variabel (VC) dituliskan dalam persamaan :
VC = P x Q
3.      Biaya Total (Total Cost-TC) adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Biaya total diperoleh dengan menjumlahkan biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Secara matematis, TC dituliskan dalam persamaan :
TC = FC + VC
Kurva TC dan VC memiliki bentuk kemiringan yang sama karena besarnya biaya total (TC) perusahaan sama dengan biaya tetap (FC) ditambah biaya variabel (VC) yang dikeluarkan.
  • Konsep Biaya Rata – Rata dan Biaya Marginal
4.      Biaya Tetap Rata – Rata ( Average Fixed Cost-AFC) adalah perbandingan biaya tetap (FC) dan jumlah barang yang diproduksi (Q). Kurva AFC bergerak turun dari kiri atas ke kanan bawah. Kurva biaya tetap (FC) bersifat negatif karena semakin besar jumlah produksi, biaya tetap rata – rata semakin kecil. Secara matematis, biaya tetap rata – rata (AFC) dituliskan dalam persamaan :
AFC = FC / Q
5.      Biaya Variabel Rata – Rata (Average Variable Cost-AVC) adalah perbandingan antara biaya variabel (VC) dan jumlah barang yang diproduksi (Q). Kurva AVC merupakan turunan dari kurva VC, kurva AVC bergerak turun sampai titik belok dan naik kembali. Secara matematis, biaya variabel rata – rata (AVC) dituliskan dalam persamaan :
AVC = VC / Q
6.      Biaya Rata – Rata (Average Cost-AC) adalah rata – rata biaya total yang dikeluarkan perusahaan, baik biaya tetap maupun biaya variabel. Kurva AC merupakan turunan dari kurva TC. Kurva AC bergerak turun dari kiri atas hingga titik belok dan akan naik kembali jika jumlah barang yang diproduksi (Q) bertambah. Secara matematis, biaya rata – rata (AC) dituliskan dalam persamaan :
AC = TC / Q atau AC = AFC + AVC
7.      Biaya Marginal (Marginal Cost-MC) adalah tambahan biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan setiap 1 unit produksi. Kurva MC bergerak menurun seiring dengan meningkatnya jumlah barang yang diproduksi (Q), ketika mencapai titik terendah kurva MC naik kembali. Bagian kurva MC yang naik selalu memotong kurva AVC dan AC pada titik terendahnya. Secara matematis, biaya marginal (MC) dituliskan dalam persamaan :
MC = TCn – TCn-  atau MC = ΔTC / ΔQ
8.      Hubungan Kurva MC Dengan Kurva AVC dan AC
Jika MC  < AVC, maka nilai AVC menurun
Jika MC > AVC, maka nilai AVC menaik
Jika MC = AVC, maka nilai AVC minimum
Jika MC < AC, maka nilai AC menurun
Jika MC > AC, maka nilai AC menaik
Jika MC = AC, maka nilai AC minimum.
Dalam periode produksi jangka pendek berlaku Hukum Hasil Lebih Yang Semakin Berkurang atau Hukum Produksi Marginal Yang Semakin Berkurang. Hukum Hasil Lebih yang Semakin Berkurang (The Law of Diminshing Return), menyatakan bahwa :
“ Apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat yang maksimum kemudian menurun.”
Hal ini terlihat pada kurva MC, AVC, dan AC yang membentuk huruf U dan kurva AFC akan terus turun jika jumlah barang yang diproduksi (Q) terus bertambah.
Dalam jangka pendek, ketika suatu perusahaan tidak mampu menghemat biaya tetapnya, perusahaan akan memilih untuk tutup sementara jika harga barang kurang dari biaya variabel rata-rata dalam jangka panjang. Ketika perusahaan tersebut dapat menghemat biaya tetap dan biaya variabelnya, perusahaan itu akan memilih untuk keluar dari pasar jika harga kurang dari biaya total rata-rata.

C. Biaya Produksi Dalam Jangka Panjang
Periode produksi jangka panjang, yaitu periode produksi dimana produsen dapat mengubah faktor produksi tetap atau jangka waktu dimana semua faktor produksi dapat mengalami perubahan.
Dalam periode produksi jangka panjang, perusahaan dapat mengubah faktor produksi (input tetap) yang digunakan dalam proses produksi. Dalam jangka panjang tidak ada biaya tetap, semua jenis biaya yang dikeluarkan merupakan biaya berubah (variabel), artinya perusahaan dapat menambah tenaga kerja, jumlah mesin, peralatan dan luas bangunan.
Kurva biaya total rata – rata per satu unit output jangka panjang merupakan kurva amplop (envelope curve) dari kurva-kurva output rata-rata per satu unit output jangka pendek. Kurva biaya total rata – rata jangka panjang atau kurva LRAC (Long Run Average Cost) adalah kurva yang menunjukkan biaya rata – rata minimum untuk berbagai tingkat produksi apabila perusahaan dapat selalu mengubah kapasitas produksinya. Titik persinggungan dalam kurva – kurva AC tersebut merupakan biaya produksi yang paling optimum/minimum untuk berbagai tingkat produksi yang akan dicapai produsen dalam jangka panjang.
Peminimuman biaya jangka panjang tergantung kepada 2 faktor berikut :
1.      Tingkat produksi yang ingin dicapai
2.      Sifat dari pilihan kapasitas pabrik yang tersedia

Kurva  biaya total rata – rata jangka panjang akan:
(a) Menurun, apabila skala pengembalian dalam produksi adalah meningkat
(b) Konstan, apabila skala pengembalian dalam produksi adalah konstan
(c) Meningkat, apabila skala pengembalian dalam produksi adalah menurun

Kurva LRAC bentuknya hampir sama dengan kurva AC, bedanya kurva AC jauh lebih mirip U, sedangkan LRAC lebih berbentuk kuali. Kurva AC berbentuk U akibat pengaruh Hukum Hasil Lebih Yang Semakin Berkurang dan kurva LRAC berbentuk kuali akibat faktor – faktor yang dinamakan  ahli ekonomi sebagai skala ekonomi (economies of scale) yang menyebabkan kurva LRAC menurun, dan skala tidak ekonomi (diseconomies of scale) yang menyebabkan kurva LRAC menaik.

D. Skala Ekonomi Dan Tidak Ekonomi
Dalam periode produksi jangka panjang ada kecenderungan bahwa pada tingkat permulaan dengan semakin diperluasnya skala usaha akan meningkatkan efisiensi usaha, tetapi mulai titik tertentu perluasan usaha yang lebih lanjut akan berakibat semakin menurunnya efisiensi usaha secara keseluruhan. Skala usaha di mana tingkat efisiensi perusahaan mencapai nilai tertinggi disebut dengan skala usaha yang optimal (optimum scale of plant).
Skala usaha yang optimal secara grafis terlihat pada saat kurva biaya total per satu unit output jangka panjang (LRAC) mencapai nilai minimum. Jumlah output di mana LRAC mencapai nilai minimum disebut tingkat output optimal (optimum rate of output).

1.      Skala Ekonomi
Skala kegiatan produksi jangka panjang dikatakan bersifat mencapai skala ekonomi apabila pertambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata – rata menjadi semakin rendah. Produksi yang semakin tinggi menyebabkan perusahaan menambah kapasitas produksi, dan pertambahan kapasitas ini menyebabkan kegiatan produksi bertambah efisien. Pada kurva LRAC keadaan ini ditunjukkan oleh bagian kurva yang semakin menurun apabila produksi bertambah.
Beberapa faktor penting yang menimbulkan skala ekonomi adalah :
    • Spesialisasi Faktor – Faktor Produksi
    • Pengurangan Harga Bahan Mentah dan Kebutuhan Produksi Lain
    • Memungkinkan Produk Sampingan (by – Products) Diproduksi
    • Mendorong Perkembangan Usaha Lain
    • Penggunaan intensif personil dengan keahlian tinggi yang lebih banyak dan penggunaan modal yang lebih banyak (misalnya dengan jadwal shift)

2.      Skala Tidak Ekonomi
Skala tidak ekonomi terjadi ketika ukuran perusahaan berlebihan.  Perusahaan memang bisa meningkatkan ukurannya untuk memperoleh keuntungan dari skala ekonomis, tetapi keuntungan menghilang ketika perusahaan mencapai ukuran tertentu.  Skala tidak ekonomi termasuk jangka panjang dan secara jelas harus dibedakan dari pendapatan yang semakin berkurang yang timbul dalam jangka pendek.  Seringkali diperdebatkan bahwa skala tidak ekonomi adalah jarang - sesungguhnya jika – diamati dalam industri karena perusahaan akan kembali memotong ukuran mereka.
Beberapa kemungkinan penyebab skala tidak ekonomi adalah :
    • Kesukaran pengendalian dan pengawasan 
    • Pembuatan keputusan yang lamban sehubungan dengan kelebihan ukuran administrasi
    • Kekurangan motivasi karyawan.
Perubahan dalam permintaan memiliki dampak yang berbeda jika terjadi pada jangka waktu yang berbeda pula. Pada jangka pendek, peningkatan permintaan meningkatkan harga dan membawa keuntungan, sementara turunnya permintaan akan menurunkan harga dan membawa kerugian. Tetapi, jika perusahaan dapat masuk atau keluar pasar dengan mudah, maka dalam jangka panjang jumlah perusahaan akan selalu berubah hingga tercapai keseimbangan utama ada keuntungan di pasar tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

massofa.wordpress.com/2008/03/14/teori-biaya-produksi/
pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=106